JAKARTA, PostingNews.id — Rilis temuan Badan Gizi Nasional (BGN) tentang tingginya angka keracunan pangan memantik perhatian serius dari Komisi IX DPR. Netty Prasetiyani Aher, salah satu anggotanya, mengingatkan bahwa data BGN yang menyebut sekitar 48 persen kasus keracunan pangan nasional berasal dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan sekadar catatan statistik, tetapi pertanda keras bahwa ada yang harus dibenahi segera.
“Ini alarm serius untuk memperkuat aspek keamanan pangan dan tata kelola pelaksanaan program MBG di lapangan,” ujar Netty di Jakarta, Kamis, 13 November 2025.
Ia menekankan bahwa temuan ini seharusnya tidak dilihat sebagai tamparan semata, melainkan sebagai bahan evaluasi yang mesti ditindaklanjuti bersama. Menurutnya, tujuan MBG sangat mulia, yakni memastikan anak-anak di seluruh Indonesia mendapat asupan gizi yang layak.
“Program MBG memiliki tujuan yang sangat baik, yaitu memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi yang cukup. Karena itu, kita semua berkepentingan agar pelaksanaannya benar-benar aman dan berkualitas,” lanjut Netty.
BACA JUGA:Golkar Kasih Lampu Hijau soal Pemolisian Ribka karena Mengkritik Gelar Pahlawan Soeharto
Namun, tingginya angka keracunan pangan membuat Netty menilai bahwa pengawasan terhadap dapur-dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) masih jauh dari kata optimal. Ia mengingatkan bahwa para penerima manfaat MBG adalah kelompok paling rentan sehingga standar keamanan harus benar-benar ketat.
“Anak-anak penerima MBG adalah kelompok rentan. Oleh sebab itu, standar keamanan pangan di dapur dan dalam proses distribusi harus ketat. Pemerintah daerah dan instansi teknis perlu memastikan dapur yang belum laik segera dibina atau dihentikan sementara,” tegasnya.
Di sisi lain, Netty meminta agar pemerintah mempercepat finalisasi dan implementasi Peraturan Presiden tentang Tata Kelola MBG. Perpres tersebut, menurutnya, akan menjadi landasan penting untuk memperkuat standar mutu, keselamatan pangan, serta mekanisme pengawasan lintas sektor agar tidak lagi terjadi tumpang tindih kewenangan.
“Kita harapkan Perpres Tata Kelola MBG segera diimplementasikan agar ada kejelasan aturan dan tanggung jawab antarinstansi. Dengan dasar hukum yang kuat, pemerintah bisa lebih tegas menindak pelanggaran dan mencegah terulangnya kasus serupa,” katanya.
BACA JUGA:Single Profile Pajak, Upaya Negara Biar Wajib Pajak Makin Sulit Ngumpet
Netty menambahkan bahwa pengawasan bukan hanya urusan teknis lembaga pemerintah. Keberhasilan MBG juga bergantung pada keterlibatan publik. Edukasi kepada pelaksana maupun masyarakat harus diperkuat agar rantai pengawasan berjalan dari bawah, bukan hanya dari pusat atau daerah.
“Program MBG adalah tanggung jawab sosial bersama semua elemen pemangku kepentingan. Edukasi kepada pelaksana dan masyarakat perlu diperkuat agar rantai pengawasan berjalan dari bawah,” ujarnya.
Netty menutup dengan nada optimistis. Bagi DPR, temuan BGN ini bukan akhir cerita, melainkan momentum untuk memperbaiki tata kelola MBG sehingga tujuan awalnya—anak Indonesia makan dengan aman dan bergizi—benar-benar tercapai.