Ngomong Fakta Sejarah Soal Kejahatan Soeharto, Ribka PDIP Malah Dilapor ke Polisi

Rabu 12-11-2025,17:15 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id — Politikus PDI Perjuangan Guntur Romli tampak heran sekaligus kesal ketika mendengar kabar bahwa rekan separtainya, Ribka Tjiptaning, dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh sekelompok orang yang menamakan diri Aliansi Rakyat Anti-Hoaks atau ARAH. Bagi Guntur, tudingan terhadap Ribka bukan hanya berlebihan, tapi juga menyalahi logika sejarah.

Menurutnya, pernyataan Ribka soal korban pembantaian 1965–1966 bukanlah karangan apalagi fitnah. “Itu fakta sejarah dan hasil Tim Pencari Fakta Komnas HAM kok malah dilaporkan ke polisi,” ujarnya kepada wartawan, Rabu, 12 November 2025. Ia menegaskan, apa yang diucapkan Ribka sudah tercatat dalam laporan resmi lembaga negara, bukan sekadar opini politik atau provokasi.

Guntur mengingatkan bahwa bahkan tokoh militer seperti Sarwo Edhi Wibowo, yang kala itu menjadi Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan kini justru dianugerahi gelar pahlawan nasional, pernah mengakui besarnya jumlah korban.

“Korban pembantaian tahun ’65–’66 ada 3 juta versi Sarwo Edhi Wibowo yang waktu itu menjadi Komandan Pasukan RPKAD. Itu ada di buku G30S: Fakta atau Rekayasa yang ditulis Julius Pour,” katanya.

BACA JUGA:Belum Dapat Restu DPR, Kepala BGN Keburu Ngemis Anggaran Rp28 Triliun ke Purbaya

Ia menambahkan bahwa laporan Tim Pencari Fakta Komnas HAM tahun 2012 juga memperkirakan jumlah korban pembantaian itu berkisar antara 500 ribu hingga 3 juta orang. Laporan tersebut menyebut Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) sebagai pihak yang paling bertanggung jawab, lembaga yang berdiri langsung di bawah kendali Presiden Soeharto kala itu. 

“Kopkamtib dibentuk pada 10 Oktober 1965 untuk melakukan pembasmian terhadap unsur yang dicap PKI atau komunis di masyarakat,” ujar Guntur.

Ia menegaskan penyelidikan Komnas HAM itu bukan pekerjaan iseng, melainkan penyelidikan pro justicia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Penyelidikan tersebut juga sudah direkomendasikan kepada Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti ke tahap penyidikan. 

Karena itu, Guntur menyebut pelaporan terhadap Ribka sebagai bentuk kemunduran pemahaman publik terhadap sejarah bangsa sendiri.

BACA JUGA:Usai Dijarah dan Disanksi, Sahroni Pilih Runtuhkan Rumahnya Sendiri

“Gelar pahlawan pada Soeharto kami anggap sebagai pemutihan terhadap pembantaian rakyat Indonesia tahun ’65–’66 yang jumlahnya diperkirakan 500 ribu sampai 3 juta orang versi Komnas HAM,” kata Guntur. 

Ia melanjutkan, masih banyak kasus pelanggaran HAM berat lain di era Orde Baru yang tak pernah diselesaikan, seperti tragedi Tanjung Priok, Talangsari, penembakan misterius atau Petrus, operasi militer di Aceh, penculikan aktivis, hingga kerusuhan Mei 1998.

Di sisi lain, kubu pelapor menilai pernyataan Ribka justru menyesatkan. Koordinator ARAH, Iqbal, datang ke Bareskrim dengan membawa video yang menjadi bukti ucapan Ribka. Ia menganggap ucapan Ribka yang menyebut Soeharto sebagai “pembunuh jutaan rakyat” adalah bentuk penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. 

“Kami datang ke sini untuk membuat laporan polisi terkait pernyataan salah satu politisi dari PDI-P, yaitu Ribka Tjiptaning, yang menyatakan bahwa Pak Soeharto adalah pembunuh terkait polemik pengangkatan almarhum Soeharto sebagai pahlawan nasional,” kata Iqbal.

BACA JUGA:Dikasih Gizi Malah Masuk IGD, Separuh Kasus Keracunan Nasional Datang dari MBG

Kategori :