JAKARTA, PostingNews.id — Badan Gizi Nasional (BGN) akhirnya buka suara soal rentetan kasus keracunan yang membayangi program Makan Bergizi Gratis (MBG)—program andalan pemerintah yang seharusnya menyehatkan anak-anak sekolah, bukan malah bikin perut mereka melilit.
Dalam rapat evaluasi bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Kepala BGN Dadan Hindayana berusaha meredam kekhawatiran publik. Ia menyebut kasus keracunan yang terkait langsung dengan MBG hanya berjumlah 211 kasus, atau sekitar 48 persen dari total 411 kasus keracunan pangan di Indonesia sepanjang tahun ini.
“Secara umum total kejadian keracunan pangan ada 411 kasus di seluruh Indonesia dan MBG menyumbang kurang lebih 48 persen dari total kasus keracunan pangan,” ujar Dadan pada Rabu, 12 November 2025.
Kalimatnya terdengar tenang, tapi angka yang disebut justru bikin kening banyak anggota dewan berkerut. Separuh kasus keracunan di Indonesia datang dari program yang diklaim “bergizi”? Angka itu jelas bukan sesuatu yang bisa disepelekan.
BACA JUGA:Petugas Dapur Belum Digaji, DPR Semprot Badan Gizi Nasional
Dalam laporannya, Dadan menyebut 636 orang harus menjalani rawat inap akibat insiden tersebut. Namun, Kementerian Kesehatan mencatat sedikit lebih tinggi, yakni 638 orang. Begitu pula soal pasien rawat jalan, versi BGN menyebut 11.004 orang, sedangkan versi Kemenkes mencapai 12.755 orang.
Dadan mengakui ada ketidaksinkronan data antarinstansi. “Memang ada ketidaksinkronan. Tetapi, akan segera kami selesaikan,” ujar Guru Besar IPB University itu dengan nada menenangkan.
Namun, di luar gedung parlemen, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) punya hitungan jauh lebih bikin kaget. Menurut mereka, sejak program MBG diluncurkan pada 6 Januari hingga 31 Oktober 2025, total korban keracunan sudah mencapai 16.109 orang.
“Angka ini menjadikan kasus keracunan MBG sebagai tragedi pangan terbesar di sektor pendidikan tahun ini,” kata Koordinator JPPI Ubaid Matraji, Selasa, 4 November 2025.
BACA JUGA:Geng Rasis Amerika Fitnah dan Tuntut Deportasi Zohran Mamdani
Ubaid menjelaskan bahwa tren kasus justru meningkat tajam dari bulan ke bulan. Pada Agustus tercatat 2.226 orang keracunan, naik menjadi 6.052 orang pada September, lalu melonjak hingga 6.823 orang di Oktober. Menurutnya, lonjakan ini menunjukkan bahwa evaluasi yang digembar-gemborkan BGN selama dua bulan terakhir tidak berdampak signifikan terhadap perbaikan program di lapangan.
“Evaluasi yang ditempuh BGN dengan cara menutup sebagian dapur, terbukti tidak efektif dan tidak mampu mengerem laju kasus keracunan,” tegas Ubaid.
Ia juga mengungkapkan bahwa efek keracunan kini tak lagi berhenti di meja makan para siswa. “Keracunan yang semula hanya terjadi pada siswa, kini mulai merambah ke guru, orang tua, balita, dan ibu hamil,” ujarnya.
Kondisi ini membuat publik bertanya-tanya: jika program yang dijanjikan bisa mencerdaskan bangsa justru menambah antrean di puskesmas, di mana letak kesalahannya?
BACA JUGA:Rismon Sianipar Tanggapi Penetapan Tersangka dari Andi Azwan: Kau Tulis Paper Aja Ga Pernah!