JAKARTA, PostingNews.id – Pemerintah DKI Jakarta mulai membuka wacana kenaikan tarif Transjakarta setelah dua dekade harga tiketnya tak pernah berubah. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, mengatakan langkah itu penting untuk menjaga agar roda bisnis transportasi publik ini tetap berputar sehat.
Syafrin menyinggung angka yang cukup bikin kening berkerut, yakni rasio cost recovery Transjakarta yang terus anjlok dari 34 persen pada 2015 menjadi hanya 14 persen tahun ini. Artinya, biaya operasional yang bisa ditutup dari tarif penumpang makin kecil, sementara sisanya ditanggung APBD lewat subsidi yang makin berat.
“Makin tinggi, tapi angka penyesuaian belum final, masih dihitung,” ujar Syafrin di sela acara Media Fellowship Program MRT Jakarta 2025, Kamis 9 Oktober 2025.
Sejak mulai beroperasi pada 2005, tarif Transjakarta tidak pernah naik dari Rp3.500. Padahal, dalam kurun 20 tahun, upah minimum provinsi sudah naik enam kali lipat dan inflasi kumulatif mencapai 186,7 persen.
BACA JUGA:Dishub DKI: MRT dan LRT Jakarta Dipastikan Tak Naik Meski Dana Bagi Hasil Dipangkas Rp 15 Triliun
Dengan kata lain, ongkos hidup di Jakarta sudah melesat jauh, tapi harga naik Transjakarta masih setia di angka yang sama seolah waktu tak berjalan.
Rencana penyesuaian tarif ini muncul di tengah kabar tak enak soal pemangkasan dana transfer dari pusat yang ikut menekan APBD DKI.
Gubernur Pramono Anung sudah memberi sinyal bahwa Pemprov akan meninjau ulang skema subsidi transportasi sebagai bagian dari upaya efisiensi. Namun ia buru-buru menegaskan, kajian ini tidak otomatis berarti tiket transportasi akan langsung naik.
“Subsidi transportasi kita besar sekali, hampir Rp15 ribu per orang. Tapi bukan berarti tarif akan langsung dinaikkan,” kata Pramono. Ia mengingatkan, efisiensi bukan berarti memotong akses publik, melainkan mencari keseimbangan antara fiskal daerah dan daya beli masyarakat. Apalagi APBD DKI 2025 diperkirakan turun dari Rp95,35 triliun menjadi Rp79,03 triliun.
BACA JUGA:Ini Tampang Pelaku Pembunuhan Dina Oktaviani, Ternyata Kepala Toko
Meski Transjakarta tengah dikaji, Syafrin memastikan tarif MRT Jakarta dan LRT Jakarta tidak akan naik. Ia menyebut hasil riset soal willingness to pay dan ability to pay masyarakat menunjukkan tarif saat ini masih dalam batas wajar.
Secara keekonomian, tarif MRT seharusnya Rp13 ribu, tapi penumpang hanya membayar Rp7 ribu, sisanya sekitar Rp6 ribu disubsidi.
Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, menambahkan, untuk rute Bundaran HI–Lebak Bulus, nilai keekonomiannya bahkan mencapai Rp32 ribu, sementara tiketnya hanya Rp14 ribu. Selisih Rp18 ribu itu ditanggung pemerintah lewat skema public service obligation.
Agar tidak terlalu bergantung pada subsidi, MRT Jakarta mulai mencari napas baru lewat pendapatan non-tarif, seperti penyewaan ruang komersial, penamaan stasiun, dan kerja sama digital. “Kami berupaya menjaga keberlanjutan dengan memperluas sumber pendapatan non-farebox,” ujar Tuhiyat.
BACA JUGA:Ketika Dasco Mengaku Takut pada Ibu-Ibu, Bukan pada Presiden Prabowo