POSTINGNEWS.ID - Belakangan ini, berbagai kasus penyitaan buku, pembubaran diskusi, hingga intervensi terhadap kegiatan ilmiah menunjukkan semakin sempitnya ruang kritis di dunia kampus Indonesia.
Rektor Universitas Kristen Indonesia Maluku, Henky Herzom Hetharia, menegaskan bahwa kebebasan akademik bukan sekadar hak, tetapi juga kebutuhan dasar bagi perguruan tinggi.
“Kebebasan akademik menjadi satu kebutuhan dan satu tuntutan bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia,” ujarnya dalam diskusi kolaboratif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) bersama Rumah Generasi dan Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) berjudul “Diskusi Kolaboratif dan Penandatanganan Komitmen “Menjaga dan Memperjuangkan Kebebasan Akademik”, Kamis (9/10/2025).
BACA JUGA:Nadiem Makarim Tak Hadiri Sidang Praperadilan Korupsi Laptop di PN Jaksel
Ia menambahkan dan merujuk dari pemikir politik dan penulis Benjamin Constant, bahwa Pemerintah yang baik adalah pemerintah yang paling sedikit mengganggu kehidupan warganya.
Menurut Henky, sejarah membuktikan bahwa mahasiswa hanya bisa memainkan peran penting dalam perubahan bangsa ketika mereka memiliki kebebasan berpikir.
“Jika kita lihat sejarah bangsa ini, mahasiswa bisa menunjukkan eksistensi di negara ini karena kebebasan yang mereka dapatkan. Sehingga kebebasan ini harus diperjuangkan,” tuturnya.
Ia juga menyoroti kondisi psikologis dan budaya senioritas di Ambon yang kerap membatasi ekspresi kritis.
BACA JUGA:Ketika Dasco Mengaku Takut pada Ibu-Ibu, Bukan pada Presiden Prabowo
“Kritis boleh, tapi bagaimana kritis itu juga perlu didukung dengan analisis dan sikap saling menghargai,” jelasnya.
Adinda Tenriangke Muchtar, Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, menyoroti pentingnya kepemimpinan kampus dalam menjaga ruang kebebasan berpikir.
“Kebebasan memang ada batasnya. Tapi untuk berpikir kritis, itu tergantung interpretasinya. Jangan sampai pikiran kritis disalahartikan seenaknya supaya bisa dibatasi,” tegasnya.
BACA JUGA:Nasib Shin Tae-yong Lagi Apes, Dipecat Klub Ulsan Saat Timnas RI Ikut Kalah
Adinda juga menyinggung kecenderungan pemerintah yang sering menstigma suara kritis sebagai ancaman ketertiban.
“Pemerintah suka bilang kalau ada yang kritik bisa jadi itu dibayar atau mengganggu perdamaian. Tapi itu salah. Demokrasi memang harusnya berisik,” ujarnya. Ia menambahkan,