Mega dan Bowo Rujuk, Bagaimana Nasib Jokowi Selanjutnya: Tersisih atau Masih Punya Panggung?

Minggu 03-08-2025,05:00 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Arrahman

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tanpa tedeng aling-aling menyatakan Jokowi dan keluarganya bukan lagi bagian dari PDIP. Alasannya, arah langkah politik Jokowi dianggap tak lagi sejalan dengan cita-cita dan garis ideologis partai.

Pernyataan ini ibarat stempel resmi bahwa Jokowi “diceraikan” dari rumah politik yang dulu membesarkannya. Kader PDIP pun terang-terangan meminta Jokowi mengembalikan kartu tanda anggota partai sebagai simbol putusnya ikatan.

Bagi Jokowi, situasinya penuh ironi. Ia berjasa mengantarkan PDIP dua kali berkuasa, tetapi kini setelah tak lagi di tampuk kuasa, ia justru terjepit di antara dua kekuatan besar.

BACA JUGA:Cek Nih Bro! 3 Tipe Gaya Berpakaian Pria ini Bisa Menambah Wibawa: Modal Gaul Cowok Masa Kini

Di satu sisi, Megawati telah bersekutu dengan Prabowo tanpa melibatkan Jokowi. Di sisi lain, Prabowo sendiri tentu punya agenda dan legitimasi mandiri sebagai presiden sehingga tak sepenuhnya bergantung lagi pada campur tangan Jokowi.

Rezim baru Prabowo-Megawati ini menyisakan pertanyaan, apakah Jokowi masih punya panggung atau justru makin tersisih?

Rekonsiliasi yang Memojokkan Jokowi

Rekonsiliasi Mega-Prabowo berpotensi membuat Jokowi kian terpinggirkan dalam konstelasi politik nasional. Dengan PDIP dan Gerindra kini berangkulan erat, Jokowi kehilangan posisi tawar unik yang sebelumnya ia miliki.

Tadinya, dukungan Jokowi dianggap faktor kunci pemenangan Prabowo, namun setelah “dua matahari” politik (Megawati dan Prabowo) bersinar di satu langit yang sama, bayang-bayang Jokowi memudar.

Lagi pula, langkah Prabowo yang pernah sowan ke Teuku Umar setelah Idulfitri 2025 lalu bisa dimaknai sebagai sinyal pergeseran poros kekuasaan. Prabowo seakan melepas diri dari bayang Jokowi dan merapat ke poros Megawati.

Megawati sendiri, yang dikenal tak mudah melupakan perbedaan prinsip, agaknya mantap mengambil posisi terpisah dari “petugas partai”-nya itu. Ia pernah kecewa pada SBY dan kini mungkin mengulang pola serupa dengan Jokowi, terutama setelah perbedaan sikap dalam isu tiga periode, perpanjangan jabatan, hingga kontroversi Gibran di MK.

BACA JUGA:Cek Nih Bro! 3 Tipe Gaya Berpakaian Pria ini Bisa Menambah Wibawa: Modal Gaul Cowok Masa Kini

Tanpa sokongan PDIP, Jokowi kini berdiri tanpa partai. Ini situasi yang rawan bagi politisi mana pun, apalagi di tengah konfigurasi koalisi raksasa pemerintah. Memang, Jokowi masih dihormati secara verbal oleh Prabowo. Sang presiden baru kerap menyebut Jokowi sebagai mentor politiknya.

Tetapi politik praktis berbicara lugas: legitimasi formal kini ada di tangan Prabowo sebagai kepala negara, ditambah restu moral dari figur sekaliber Megawati yang memperkokoh posisinya.

Kombinasi itu bisa membuat pengaruh Jokowi tersisih perlahan. Ibarat permainan catur, Jokowi telah kehilangan “bidak” utama (partainya), sementara lawan justru mendapat dukungan ganda.

Sejarah politik Indonesia menunjukkan, tak mudah bagi tokoh besar yang terlempar dari lingkar inti kekuasaan untuk tetap relevan. Nama Amien Rais kerap disebut sebagai cermin. Sosok sentral Reformasi 1998 ini pelan-pelan terdepak dari partai yang ia dirikan, hingga akhirnya mendirikan partai kecil baru yang sulit menembus parlemen.

Kategori :