JAKARTA, POSTINGNEWS.CO.ID - Kantau, sebuah istilah yang saya buat sebagai tanda khusus bagi keturunan orang Minangkabau yang tidak memiliki modal adat dan agama. Meskipun begitu sah-sah saja jika yang menjual barang tersebut melebihi harga keuntungan.
Hidup tanpa modal dapat menjadi tantangan besar bagi seseorang, sama halnya dengan hidup tanpa arahan yang jelas.
Tanpa arahan yang benar, seseorang cenderung hidup seenak perut saja, tanpa pedoman yang pasti untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
Namun, teman-teman di Tenabang (Tanah Abang) yang berprofesi sebagai tukang kantau (broker atau calo) agak kurang senang dengan istilah tersebut.
BACA JUGA:Hari Pertama Puasa Ramadhan 2024, Cuti Bersama dan Libur Sekolah?
Mereka merasa seperti dipojokan, merasa bahwa istilah kantau merendahkan posisi mereka sebagai salah satu bagian dari masyarakat yang berkontribusi dalam dunia perdagangan.
Keberatan mereka itulah yang ingin mulai kami respons melalui tulisan ini.
Mengantau atau menjadi broker merupakan profesi yang berawal dari kata kantau.
Sadari bahwa istilah ini mungkin berasal dari bahasa Cina, namun pada dasarnya istilah tersebut netral, tidak memiliki konotasi negatif atau positif.
Pengertian dan makna dari kata tersebut bergantung pada konteks penggunaannya.
Dalam budaya Minangkabau, perdagangan telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari.
Sejak zaman dahulu, masyarakat Minangkabau telah terbiasa melakukan kegiatan perdagangan sebagai sarana mencari nafkah.
Namun, tidak semua orang memiliki modal finansial yang cukup untuk berdagang, inilah yang membuat profesi menjadi broker atau tukang kantau ini menjadi penting.
BACA JUGA:5 Film Horor Ini Dilarang Tayang di Berbagai Negara Gara-gara Seramnya Bikin Kelewat Merinding!